Selasa, 10 Januari 2012

AUTOBIOGRAFI


September 18 tahun silam, dari rahim wanita hebat yang bernama Umiatun, aku dilahirkan. Di kota kecil Lamongan, tepatnya di rumah mungil jalan Astana VI Rt 02 Rw 02 desa Brondong. Menjadi putri kedua dari Ayah yang hebat pula, Ayah yang selalu meluangkan pelukan paling lapang untukku, Subekhi.  Ayahku sangat suka berkecimpung di dunia seni, selain bekerja di KUD, Ayah adalah dalang dan MC di acara Walimatul Arsy, mungkin karena itulah Ayah memilih Nimas Ayu Puspa Ningrum sebagai nama lengkapku, yang apabila diartikan perkatanya menjadi Perempuan cantik bunga harum, kalau dari segi kontekstualnya kurang lebih, Ayah ingin aku menjadi perempuan yang cantik akhlak maupun parasnya dan bisa menjadi bunga. Bunga yang bisa menyebarkan harum untuk orang-orang di sekelilingnya. Namaku adalah amanat dari Ayah dan Bundaku, yang tentu saja harus ku terapkan baik-baik dalam kehidupanku.  Betapa ruginya aku, jika menjadi anak yang tidak bisa mewujudkan harapan orang tua, Ayah khususnya.  Ayah yang enam tahun  lalu telah melepas genggamannya dariku, semoga di berikan tempat paling lapang pula disisi Allah SWT. Betapa beruntungnya aku, bahkan sebelum aku lahir, aku sudah di hadiahi oleh Allah seorang kakak yang cantik dan tangguh, yang senantiasa menjagaku dari teman-teman yang sering jahil, tak ayal itu membentuk pribadiku yang sungguh manja sekali, yang selalu mencari perlindungan di dekapan sang kakak. Retno Ayu Pandan Wangi, begitu nama lengkap kakak yang tak kunjung habis rasa hormatku kepadanya, kakak sekaligus orang tuaku di kemudian hari. Alhamdulillah.
Aku memang orang yang beruntung, ketika aku berumur 9 bulan, aku di hadiahi Allah orang tua baru. Yang tidak lain adalah Paman dan Bibiku sendiri yang tidak memiliki anak, Aku di angkat menjadi anak beliau, anak satu-satunya. Paman dan Bibiku, yang sungguh sangat sederhana, tinggal di desa kecil, Nguwok tepatnya. Sebuah desa yang sangat kondusif untuk men-tadzaburi betapa Allah maha besar, maha memberi ketenangan pada hambanya yang mencari. Awalnya, memang sukar menerima perbedaanku dengan teman-teman yang begitu asyiknya pergi kemana-mana dengan orang tua kandungnya, tapi berikutnya, aku merasa menjadi anak  paling beruntung  yang memilik empat sekaligus sarana untuk berbakti, Ayah, Bunda dan Paman, Bibiku yang biasa ku panggil Abah dan Umi. Ketika usiaku tiga tahun, Umi memasukkanku di TPQ Pondok Pesantren Tanwirul Falah, untuk belajar agama. Kemudian barulah ketika usiaku empat tahun, aku di masukkan di TK Roudhlotul Athfal di desa Nguwok pula. Selanjutnya aku konsisten di Madrasah Islamiyah yang satu yayasan dengan TK ku. Lulus tahun 2005 aku melanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Babat, salah satu MTs favorite di Lamongan khususnya, tentu saja tidak mudah mencapainya. Karena ingin fokus belajar, aku memutuskan menetap di  Asrama Al-Mubarakah, seperti Pondok Pesantren Madani mini  yang dikhususkan untuk pelajar MTs.N Model Babat saja, aku berhasil bertahan di kelas unggulan selama dua tahun, kelas dua dan tiga tepatnya. Karena pada saat kelas satu, aku belum tahu kalau ada kelas unggulan yang memang pada saat itu baru pertama dibuka. Lulus Tsanawiyah dengan NEM pas-pasan sama sekali tidak menyurutkan langkahku, yang terpenting adalah barakah ilmunya di kemudian hari, begitu aku kukuhkan niatku melanjutkan di Madrasah Aliyah Negeri Babat yang pada saat itu, untuk masuk tidak menggunakan NEM melainkan test.  Alhamdlillah aku di terima, dan orang tuaku tidak perlu repot mencari namaku dari lembar per lembar kertas pengumuman, karena namaku terpampang jelas di lembar pertama dan di urutan atas. Di Aliyah kelas satu inilah aku baru berkomitmen untuk tidak lepas pakai jilbab, alias konsisten dengan jilbabku, Subhanallah, berkat jilbab yang sangat ku cintai inilah, hidupku berubah. Aku lebih banyak di sibukkan dengan pikiran yang positif, dan cara merancang masa depan yang jelas. Bagaimana tidak, ketika aku ingin marah, dan emosiku memuncak, aku malu pada jilbabku. Ketika aku ingin berteriak dan mengeraskan suaraku, aku malu mpada jilbabku. Dan itu semua membuatku belajar untuk senantiasa Fastabiqul Khairat dan Istiqamah pada cita-citaku. Di Madrasah Aliyah inilah aku  banyak di didik untuk bersikap lebih dewasa dan dituntut menjadi aku yang Sami’na Wa tha’na pada Al-Quran dan Sunnah Rosulullah. Dan di Madrasah aliyah inilah yang menjembatani asaku di Brawijaya di tahun 2011 ini, akhirnya.
            Mungkin iya, bahasa Indonesia masih di pandang sebelah mata, apalagi aku mengambil pendidikan. Tapi, aku justru tidak berfikir begitu mentah. Ingin menjadi tenaga pendidik dan menghabiskan waktuku di dunia pendidikan alias belajar dan mengajarkan ilmu memang cita-citaku sajak kecil, mungkin sosok Bunda lah yang menginspirasiku, Bunda yang menjadi guru pertama dari guru yang pertama sekaligus. Bunda, yang juga memberikan jiwa raganya untuk TK ABA 24 Brondong. Tapi, bukankah semua cita-cita itu mulia?.  Di samping itu, Indonesia yang di kenal dengan beragam ragam budaya sangat memantik hasratku untuk lebih mengenal  dekat lagi negeriku tercinta, apa kata bangsa lain, jika kita belajar budaya negeri orang dan lupa pada budaya negeri sendiri. Selain itu, aku ingin menjadi penulis yang bisa mengajak Indonesia berfikir lebih maju, merombak pola fikir dunia adalah targetku kedepan. Yah, semua berawal dari mimpi. Aku ingin berdakwah lewat tulisanku, beribadah lewat apa yang aku tulis. Aku cinta Indonesia. Aku cinta culture budaya Indonesia. Dan aku Muslimah Indonesia.
Entah mengapa, hasrat menyelami dunia tulis-menulis sangat pasang bergelora dalam jiwaku, seakan aku mulai terombang ambing dalam ombaknya yang kadang begitu memuncak, dan kadang  mengalir begitu saja. Tidak heran, kalau sejak Aliyah aku sudah berkecimpung di jurnalistik . Majalah sakinah tempatku mencantumkan sedikit karya, menjabat di rubrik essay di tahun pertama dan menjadi bendahara di tahun kedua, selain itu, aku aktif di Organisasi Kepramukaan (DKA), menjabat sebagai koordinator  Penelitian Evaluasi. Tujuan satu-satunya hanyalah hikmah yang begitu luasnya menanti, hikmah di balik semua tabir yang telah di persiapkan Allah untuk hambanya yang mencari. Belum banyak yang aku capai, tapi aku bangga dan bersyukur bisa memperkenalkan sedikit pribadiku hari ini. Salam satu jiwa dari Mahasiswa baru yang masih belajar, untuk para pemimpin bangsa.

NIM : 115110700111012

2 komentar:

  1. Teruslah menulis....
    Untuk memperkaya diri sendiri dan memberi manfaat untuk orang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, dukungan dari teman-teman akan sangat membantu.

      Hapus