Jumat, 23 Desember 2011

Bahasa dan Pendidikan Karakter Usia Dini

Oleh Nimas Ayu Puspa Ningrum
Belum lepas dari banyaknya media yang menyoroti kasus Korupsi dan kebobrokan Negara, Pendidikan  Nasioanl sibuk dengan program pendidikan karakter usia dini sebagai bentuk perbaikan mental generasi bangsa.
Ada banyak teori yang menyatakan usia 0—3  tahun merupakan usia “Golden Age” atau yang berarti usia keemasan dimana seorang anak seakan-akan memang diciptakan menjadi makhluk reseptif . Pengetahuan yang diterima oleh anak pertama kali merupakan sebuah pola dasar berpikir seorang anak yang  secara tidak langsung akan membentuk karakternya.  Maka perlu adanya strategi yang benar-benar terkonsep agar seorang anak bisa belajar sesuai usia dan jelas bermanfaat bagi kehidupan dewasanya dengan baik dan terarah.  Pendidikan karakter dianggap tepat untuk me-refresh generasi bangsa agar berjati diri sesuai jati diri bangsa Indonesia yang cinta tanah airnya, yang tidak berkhianat pada bangsanya dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia serta memegang teguh butir-butir pencasila.
Di sisi lain, dalam kesehariannya bahasa merupakan bagian vital dalam kegiatan proses belajar, bersosialisasi dan mengekspresikan  segala bentuk ide dan emosi. Bahasa juga  menyatukan kaum  tua dan kaum muda, si kaya dan  si miskin. Karena letak perberbedaan hanya cara pembawaan dari mitra tutur itu sendiri. Lebih dari itu, bahasa adalah  ilmu yang kita pelajari terus-menerus dari usia nol  hingga tak terbatas. Keberhasilan suatu pendidikan tidak jauh dari  bagaimana seorang pendidik bisa kompeten menyampaikan bahan ajar berupa pendidikan karakter dan bagaimana anak didik dapat menerima serta memberi respon baik dari segi perbuatan ataupun pertanyaan-pertanyaan kritis. Maka menanamkan klasifikasi bahasa yang tepat bisa membentuk presepsi bagi anak secara tepat pula dan  menjadi dorongan agar anak aktif berpikir. Kemampuan berbahasa seorang pendidik haruslah terlatih karena sangat berpengaruh  pada daya tangkap anak didik dan  kecerdasan. Mengingat usia anak didik yang dini dan cenderung banyak meniru orang-orang di sekeilingnya. Seorang pendidik dituntut bisa melatih anak didik untuk terampil berbahasa.
Pane (2009) menyatakan bahwa Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak.


Wibowo (2010) memberikan penjelasan mengenai bahasa sebagai mental tools.
Disamping itu, bahasa merupakan mental tools. Mental tools bermanfaat untuk mempelajari dan memahami konsep abstrak di bidang sains dan matemaika. Tanpa mental tools anak dapat menghafal dan mengeluarkan fakta-fakta saintifik dari memori mereka namun tidak bisa menerapkan pengetahuan ini untuk mencari solusi dari pertanyaan atau masalah yang mereka hadapi, yang sedikit berbeda dengan contoh yang telah mereka pelajari sebelumnya. Ide mengenai piranti pikir atau mental tools dikembangkan oleh Lev Vygotsky, psikolog Rusia (1896-1934), yang menjelaskan bagaimana anak mengembangkan kemampuan mental yang semakin kompleks.
Kemampuan berpikir abstrak dibutuhkan tidak hanya di sekolah namun juga dalam mengambil berbagai keputusan dalam banyak aspek kehidupan saat dewasa kelak, misalnya bagaimana membeli mobil, memilih investasi keuangan, berpikir level tinggi (analisa, sintesa dan evaluasi) termasuk juga membesarkan dan mendidik anak yang sudah tentu membutuhkan kematangan dalam kecakapan berpikir.
Bahasa adalah mekanisme untuk berpikir, suatu mental tool. Bahasa membuat berpikir menjadi lebih abstrak, fleksibel dan independen. Bahasa memungkinkan anak untuk membayangkan, memanipulasi, mencipta ide-ide baru dan berbagi ide dengan orang lain. Dengan demikian bahasa mempunyai dua fungsi utama, yaitu bahasa penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bahasa juga merupakan bagian dari proses berpikir.

Oleh karena itu bahasa adalah sebuah keterampilan untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain  yang tolak ukurnya sejauh mana seorang anak bisa bergaul dengan orang di sekelilingnya dan bagaimana seorang anak dapat mengekspresikan apa yang ia pikirkan dan menerapkan pendidikan karakter yang ia peroleh. Sehingga orang lain dapat menangkap  dan memberikan Feed back yang kemudian akan disimak oleh anak kembali dan menjadi input awal untuk dikelola dalam sebuah proses berpikir. Begitu seterusnya mengikuti pertumbuhan dan stimulasi yang ia dapatkan.
DAFTAR RUJUKAN
Pane, E. 2009. Implementasi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini, (Online), (http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=73&dir=1&idStatus=0), Diakses pada Desember 2011.

Wibowo, T. 2010. Perlukah Anak Belajar Bahasa Asing sejak dini, (Online), (http://www.timothywibowo.com/blog/perlukah-anak-belajar-bahasa-asing-sejak-dini/), diakses pada tanggal 05 Desember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar